Rencana Pemulangan 660 WNI Teroris Ditentang , Mahfud MD: Ini Akan Menuai Penolakan

Rencana Pemulangan 660 WNI Teroris Ditentang , Mahfud MD: Ini Akan Menuai Penolakan

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Pemerintah terus mempertimbangkan rencana pemulangan 660 warga negara Indonesia (WNI) yang terduga telah terpengaruhi paham teroris. Terlebih, dari hasil analisa, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak mudah untuk melakukan deradikalisasi, khususnya para mantan kombatan ISIS. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, total yang teridentifikasi FTF (foreign terrorist fighter) paling banyak di Suriah. ”Ada 660 WNI FTF, tersebar di berbagai negara. Jumlah itu baru sementara. Bisa bertambah bisa berkurang,” terang Mahfud, Selasa (21/1). Disadari, pemulangan WNI yang terduga menjadi FTF itu tentu menuai beragam reaksi dari masyarakat, ada yang menolak pemulangan karena khawatir, namun ada juga yang menerima sebagai hak warga negara. ”Itu pasti. Ada banyak asumsi-asumsi. Ini dipertimbangkan, karena tak banyak yang menolak. Nanti kan masyarakat di bawah macem-macem, ada yg bilang enggak boleh dipulangkan, suruh di situ aja. Tetapi, ada yang bilang itu hak warga negara. Banyaklah ya,\" timpalnya. Hanya saja, Mahfud mengingatkan bahwa hak warga negara menurut peraturan perundang-undangan juga bisa dicabut. ”Keputusannya masih dipertimbangkan. Antara dipemulangan atau tidak. Banyak aspek. Ya termasuk kekhawatiran itu,” timpalnya ketika ditemui di Kantor Kemenkopolhukam. Mahfud tidak menyalahkan munculnya asumsi bahwa paham terorisme bisa menular, dan membentuk jaringan baru yang dapat menimbulkan keresahan. ”Ya seperti saya bilang, ada banyak aspek,” timpalnya. Khusus di Suriah, sambung Mahfud, data sebelumnya 187 WNI, terdiri atas 31 orang laki-laki, sementara sisanya adalah perempuan dan anak-anak. ”Sekali lagi, ini akan akan menjadi pembahasan, dan melibatkan semua sektor,” ujarnya. Terpisah, Menteri Sosial, Juliari Batubara, menyebutkan, belum ada keputusan dari Presiden Joko Widodo terkait penanganan WNI yang terindentifikasi sebagai teroris asing atau FTF. ”Sejauh ini belum ada mas. Belum ada keputusan (soal penanganan WNI teridentifikasi teroris), kita tunggu keputusan presiden,\" ucapnya. Batubara menyatakan dia tidak mengetahui keputusan apa yang akan diambil oleh pemerintah soal penanganan WNI yang teridentifikasi sebagai teroris asing. \"Bukan saya yang memutuskan (Soal kepulangan, Red). Domain ini ada di tangah Presiden. Pasti tetap dibahas dan menilik dari beberapa pertimbangan,” katanya. Di luar pro-kontra jadi tidaknya pemulangan WNI yang terindikasi paham terorisme, Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis mengatakan tidak mudah untuk melakukan deradikalisasi para mantan kombatan ISIS. ”Mau berubah, ya tidak mudah. Mereka telah dirasuki ideologi ISIS dan itu tidak mudah untuk menghilangkan dan mengembalikan ideologi mereka seperti dulu. Ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan,\" terangnya. Mantan Danrem 173/Praja Vira Braja tersebut mencontohkan upaya BNPT menderadikalisasi seorang yang pernah bergabung dengan ISIS di Suriah yang dideportasi pada 2017 lalu. Deradikalisasi itu baru berjalan dengan baik setelah hampir tiga tahun. Apalagi, lanjut dia ada sekitar 600-an orang Indonesia eks anggota ISIS yang menempati barak-barak tahanan di Suriah. Mereka telah menyatakan ingin pulang ke Indonesia, setelah impiannya hidup bersama ISIS hancur lebur, pascakekalahan total kelompok teroris tersebut. Hal tersebut menjadi perhatian pemerintah. Tipisnya rasa nasionalisme menjadi salah satu penyebab maraknya penyebaran radikalisme yang anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-UUD 45, anti-Bhinneka Tunggal Ika, serta suka mengkafir-kafirkan orang lain, dalam dekade 20 tahun terakhir. Sejak era reformasi lalu, kelompok pengusung radikalisme leluasa melakukan penyebaran pahamnya melalui berbagai sektor kehidupan akibat empat konsensus nasional, Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika seakan ditinggalkan.”Ya maka Itulah kenapa saya hari ini berada di depan kurang lebih 300-an para pejabat PT Pos Indonesia untuk memberikan ceramah wawasan kebangsaan berkaitan radikalisme,\" katanya. Hendri menjelaskan wawasan kebangsaan tidak lain adalah empat konsensus nasional tersebut yang merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Oleh karena itu setiap warga negara harus memiliki wawasan kebangsaan agar Indonesia menjadi negara besar, berdaulat, adil, dan makmur. \"Itu sebabnya kami telah menandatangani MoU dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) agar kita lebih mengedepankan ideologi Pancasila yang selama ini telah banyak ditinggalkan anak-anak sekolah,\" katanya. Ia mengungkapkan, selama ini Kepala BNPT Komjen Pol Drs Suhardi Alius selalu mengajak agar penguatan wawasan kebangsaan itu dilakukan mulai dari hal-hal yang kecil. Salah satunya dengan menggelar upacara bendera setiap Senin di kementerian, lembaga-lembaga negara, dan sekolah-sekolah. \"Kita sudah mulai di lingkungan BNPT, setelah ini kami akan terus sosialisasikan dan kita sebarkan ke kementerian dan lembaga-lembaga negara. Seperti melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar upacara bendera kembali digalakkan di seluruh sekolah di Indonesia,\" tegas mantan Komandan Grup 3/Sandha Kopassus itu. (fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: